SUARAPGRI - Sistem zonasi sekolah akan dievaluasi demi hadirnya pedoman pendidikan dan peningkatan kualitasnya di daerah yang sama. Namun demikian, konsepnya belum diungkap.
"Daerah mengeluhkan sulitnya koordinasi dan standardisasi (terkait penerapan Wajar 12 tahun). Kita tata ulang sistem zonasi. Karena dalam sistem itu mulai dari SD, bahkan TK, SMP, hingga SMA dan SMK berada di satu zona," kata Menteri Muhadjir Effendy, di Kantor Kemendikbud, Jakarta, Selasa (19/12).
Sayangnya, Mendikbud Muhadjir tidak memaparkan konsep penataan ulang sistem zonasi tersebut.
Diketahui, sistem zonasi ini membuat seluruh jenjang sekolah, dari tingkat TK sampai SMA, di kawasan yang sama akan berada pada satu zona. Peserta didik di suatu zona hanya bisa melanjutkan jenjang sekolah berikutnya di zona yang sama.
Aturan zonasi ini, menurut Menteri Muhadjir, memberi beberapa keuntungan bagi percepatan perbaikan sistem pendidikan. Pertama, dinas terkait bisa memprediksi jumlah peserta didik baru di zona tersebut tahun depan.
Hal ini bisa diketahui dengan melihat jumlah peserta didik di bangku kelas 6 SD pada zona tersebut. Begitu juga dengan jumlah peserta didik di SMA dan SMK, yang dilakukan dengan melihat jumlah peserta didik kelas 9 SMP.
"Dengan sistem ini, bisa dibuat perhitungan jumlah kekurangan guru pada zona itu. Lalu bagaimana memenuhinya. Bisa tahu jumlah kelas yang dibutuhkan, dan seterusnya," kata Mendikbud.
Muhadjir Effendy mengatakan, jika sistem ini dijalankan dengan baik, perbaikan sistem pendidikan di daerah-daerah akan tercapai. Percepatan penerapan Wajib Belajar 12 tahun juga bukan tidak mungkin dilaksanakan.
Dia mengakui, rencana ini tidak bisa langsung membuahkan hasil dalam waktu singkat. Harus ada keberlanjutan dalam penerapannya. "Kita akan komunikasikan 2018," tuturnya.
Sistem zonasi sebelumnya telah diatur lewat Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (permendikbud) RI Nomor 17 tahun 2017 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru pada Taman Kanak-kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama,Sekolah Menengah Atas, Sekolah Menengah Kejuruan, atau Bentuk Lain yang Sederajat.
Dalam peraturan itu, setiap sekolah harus menerima peserta didik yang berasal dari wilayah sekitar sekolah tersebut, setidaknya 90 persen dari peserta didik baru yang diterima. Asal wilayah dilihat dari data Kartu Keluarga. (sumber: cnnindonesia.com)
"Daerah mengeluhkan sulitnya koordinasi dan standardisasi (terkait penerapan Wajar 12 tahun). Kita tata ulang sistem zonasi. Karena dalam sistem itu mulai dari SD, bahkan TK, SMP, hingga SMA dan SMK berada di satu zona," kata Menteri Muhadjir Effendy, di Kantor Kemendikbud, Jakarta, Selasa (19/12).
Sayangnya, Mendikbud Muhadjir tidak memaparkan konsep penataan ulang sistem zonasi tersebut.
Diketahui, sistem zonasi ini membuat seluruh jenjang sekolah, dari tingkat TK sampai SMA, di kawasan yang sama akan berada pada satu zona. Peserta didik di suatu zona hanya bisa melanjutkan jenjang sekolah berikutnya di zona yang sama.
Aturan zonasi ini, menurut Menteri Muhadjir, memberi beberapa keuntungan bagi percepatan perbaikan sistem pendidikan. Pertama, dinas terkait bisa memprediksi jumlah peserta didik baru di zona tersebut tahun depan.
Hal ini bisa diketahui dengan melihat jumlah peserta didik di bangku kelas 6 SD pada zona tersebut. Begitu juga dengan jumlah peserta didik di SMA dan SMK, yang dilakukan dengan melihat jumlah peserta didik kelas 9 SMP.
"Dengan sistem ini, bisa dibuat perhitungan jumlah kekurangan guru pada zona itu. Lalu bagaimana memenuhinya. Bisa tahu jumlah kelas yang dibutuhkan, dan seterusnya," kata Mendikbud.
Muhadjir Effendy mengatakan, jika sistem ini dijalankan dengan baik, perbaikan sistem pendidikan di daerah-daerah akan tercapai. Percepatan penerapan Wajib Belajar 12 tahun juga bukan tidak mungkin dilaksanakan.
Dia mengakui, rencana ini tidak bisa langsung membuahkan hasil dalam waktu singkat. Harus ada keberlanjutan dalam penerapannya. "Kita akan komunikasikan 2018," tuturnya.
Sistem zonasi sebelumnya telah diatur lewat Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (permendikbud) RI Nomor 17 tahun 2017 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru pada Taman Kanak-kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama,Sekolah Menengah Atas, Sekolah Menengah Kejuruan, atau Bentuk Lain yang Sederajat.
Dalam peraturan itu, setiap sekolah harus menerima peserta didik yang berasal dari wilayah sekitar sekolah tersebut, setidaknya 90 persen dari peserta didik baru yang diterima. Asal wilayah dilihat dari data Kartu Keluarga. (sumber: cnnindonesia.com)
0 komentar:
Posting Komentar