SUARAPGRI - Dalam rangka mewujudkan anak bangsa yang cerdas agar sejajar dengan bangsa-bangsa lain, Pemerintah dalam hal ini Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) RI melaksanakan program Guru Garis Depan (GGD).
Guru Garis Depan bertugas untuk membangun sumber daya manusia (SDM) yang tersebar di daerah tertinggal di ujung negeri.
Sejak digulirkan pada tahun 2015 silam, tercatat 7.093 guru yang telah dikirim ke garis depan negara. Saat ini terdapat 6.296 GGD yang tersebar di 93 kabupaten seluruh Indonesia.
Penyebaran guru-guru ini meliputi:
Sumatera Utara (343 orang), Nagroe Aceh Darussalam/NAD (110), Riau (304), Sumatera Barat (148), Bengkulu (47), Kepulauan Riau (26), Lampung (108), Banten (39), Sumatera Selatan (103) dan Jawa Barat (39).
Di wilayah Jawa Timur (483), Nusa Tenggara Barat (259), Kalimantan Barat (1.492), Kalimantan Tengah (39), Nusa Tenggara Timur (966), Kalimantan Selatan (96), Kalimantan Timur (13), Kalimantan Utara (40), Sulawesi Barat (68), Gorontalo (126), Sulawesi Utara (93), Sulawesi Selatan (97), Sulawesi Tenggara (164), Sulawesi Tengah (376), Maluku (201), Maluku Utara (167), Papua Barat (283) dan Papua (363).
Guru Garis Depan diharapkan dapat mengatasi ketimpangan kualitas pendidikan antara wilayah perkotaan dan daerah tertinggal yang saat ini masih tinggi.
Ditjen Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan memberikan perhatian berupa tunjangan khusus kepada guru-guru yang mengajar di daerah sangat tertinggal.
Tunjangan khusus itu diberikan sebagai kompensasi atas kesulitan hidup dalam melaksanakan tugas di daerah kategori sangat tertinggal menurut indeks desa membangun Kementerian Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi.
Berdasarkan data tersebut, saat ini masih ada 14.107 daerah sangat tertinggal di Indonesia.
Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 107 Tahun 2017 tentang Rincian Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2018, tunjangan khusus melalui Dana Alokasi Khusus (DAK) non fisik untuk Guru PNS memperoleh alokasi Rp 1,8 triliun dan Rp 427,5 miliar melalui Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) 2018 untuk Guru Bukan PNS.
Kendati demikian, APBN hanya mampu membayarkan untuk daerah sangat tertinggal saja.
Namun pemerintah daerah dapat mengalokasikan tunjangan khusus melalui Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) untuk menanggulangi kekurangan tersebut.
Tunjangan khusus diberikan selama 12 bulan sebesar 1 (satu) kali gaji pokok per bulan bagi PNS.
Untuk guru bukan PNS yang telah memiliki Surat Keputusan (SK) inpassing atau kesetaraan mendapat tunjangan setara gaji pokok PNS.
Sementara guru bukan PNS yang belum memiliki SK inpassing diberikan tunjangan sebesar Rp 1,5 juta dipotong PPh sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
GGD dapat menerima tunjangan khusus selama dua tahun dan dapat berlanjut pada tahun ketiga dan seterusnya apabila yang bersangkutan bertugas pada daerah khusus.
Pemerintah juga telah menetapkan kriteria penerima tunjangan khusus, yaitu guru PNSD yang bertugas pada satuan pendidikan di daerah khusus, memiliki Nomor Unik Pendidik dan Tenaga Kependidikan (NUPTK), serta memiliki SK penugasan mengajar di satuan pendidikan pada daerah khusus yang dikeluarkan kepala dinas pendidikan.
Ditjen GTK melakukan penarikan data dari Dapodik dan melakukan verifikasi kelayakan calon penerima tunjangan khusus pada bulan Maret.
Dinas pendidikan mengusulkan calon penerima tunjangan khusus secara daring (online) melalui Sistem Informasi Manajemen Tunjangan (SIMTUN), per 1 Maret tahun terkait.
Diharapkan, langkah pemerintah dalam pemberian tunjangan khusus untuk guru yang mengajar di daerah sangat tertinggal dapat meningkatkan kesejahteraan para guru dalam menunaikan amanah mencerdaskan kehidupan anak bangsa.
(sumber: nasional.tempo.co)
Guru Garis Depan bertugas untuk membangun sumber daya manusia (SDM) yang tersebar di daerah tertinggal di ujung negeri.
Sejak digulirkan pada tahun 2015 silam, tercatat 7.093 guru yang telah dikirim ke garis depan negara. Saat ini terdapat 6.296 GGD yang tersebar di 93 kabupaten seluruh Indonesia.
Penyebaran guru-guru ini meliputi:
Sumatera Utara (343 orang), Nagroe Aceh Darussalam/NAD (110), Riau (304), Sumatera Barat (148), Bengkulu (47), Kepulauan Riau (26), Lampung (108), Banten (39), Sumatera Selatan (103) dan Jawa Barat (39).
Di wilayah Jawa Timur (483), Nusa Tenggara Barat (259), Kalimantan Barat (1.492), Kalimantan Tengah (39), Nusa Tenggara Timur (966), Kalimantan Selatan (96), Kalimantan Timur (13), Kalimantan Utara (40), Sulawesi Barat (68), Gorontalo (126), Sulawesi Utara (93), Sulawesi Selatan (97), Sulawesi Tenggara (164), Sulawesi Tengah (376), Maluku (201), Maluku Utara (167), Papua Barat (283) dan Papua (363).
Guru Garis Depan diharapkan dapat mengatasi ketimpangan kualitas pendidikan antara wilayah perkotaan dan daerah tertinggal yang saat ini masih tinggi.
Ditjen Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan memberikan perhatian berupa tunjangan khusus kepada guru-guru yang mengajar di daerah sangat tertinggal.
Tunjangan khusus itu diberikan sebagai kompensasi atas kesulitan hidup dalam melaksanakan tugas di daerah kategori sangat tertinggal menurut indeks desa membangun Kementerian Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi.
Berdasarkan data tersebut, saat ini masih ada 14.107 daerah sangat tertinggal di Indonesia.
Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 107 Tahun 2017 tentang Rincian Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2018, tunjangan khusus melalui Dana Alokasi Khusus (DAK) non fisik untuk Guru PNS memperoleh alokasi Rp 1,8 triliun dan Rp 427,5 miliar melalui Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) 2018 untuk Guru Bukan PNS.
Kendati demikian, APBN hanya mampu membayarkan untuk daerah sangat tertinggal saja.
Namun pemerintah daerah dapat mengalokasikan tunjangan khusus melalui Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) untuk menanggulangi kekurangan tersebut.
Tunjangan khusus diberikan selama 12 bulan sebesar 1 (satu) kali gaji pokok per bulan bagi PNS.
Untuk guru bukan PNS yang telah memiliki Surat Keputusan (SK) inpassing atau kesetaraan mendapat tunjangan setara gaji pokok PNS.
Sementara guru bukan PNS yang belum memiliki SK inpassing diberikan tunjangan sebesar Rp 1,5 juta dipotong PPh sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
GGD dapat menerima tunjangan khusus selama dua tahun dan dapat berlanjut pada tahun ketiga dan seterusnya apabila yang bersangkutan bertugas pada daerah khusus.
Pemerintah juga telah menetapkan kriteria penerima tunjangan khusus, yaitu guru PNSD yang bertugas pada satuan pendidikan di daerah khusus, memiliki Nomor Unik Pendidik dan Tenaga Kependidikan (NUPTK), serta memiliki SK penugasan mengajar di satuan pendidikan pada daerah khusus yang dikeluarkan kepala dinas pendidikan.
Ditjen GTK melakukan penarikan data dari Dapodik dan melakukan verifikasi kelayakan calon penerima tunjangan khusus pada bulan Maret.
Dinas pendidikan mengusulkan calon penerima tunjangan khusus secara daring (online) melalui Sistem Informasi Manajemen Tunjangan (SIMTUN), per 1 Maret tahun terkait.
Diharapkan, langkah pemerintah dalam pemberian tunjangan khusus untuk guru yang mengajar di daerah sangat tertinggal dapat meningkatkan kesejahteraan para guru dalam menunaikan amanah mencerdaskan kehidupan anak bangsa.
(sumber: nasional.tempo.co)
0 komentar:
Posting Komentar