SUARAPGRI - Gubernur Jateng Ganjar Pranowo dan Presiden Joko Widodo mencapai kesepakatan untuk mempercepat pembahasan Peraturan Pemerintah tentang Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).
Pembahasan tersebut berkaitan dengan kepastian status Guru Tidak Tetap (GTT). Saat ini Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) masih berada di Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan-RB).
"Presiden akan mengecek langsung RPP itu di Kemenpan dan akan mendorong segera dibahas lalu disahkan. Bola sekarang di Kemenpan," jelas Ganjar usai bertemu Joko Widodo, Rabu (6/12).
Dengan adanya kesepakatan tersebut, maka Presiden Jokowi akan mendorong penyelesaian masalah GTT secepatnya. Pertemuan tersebut juga diikuti Wakil Presiden Jusuf Kalla dan Menteri Pendidikan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy.
Ganjar juga menyampaikan, Jusuf Kalla mewanti-wanti bahwa pengangkatan guru honorer menjadi PPPK harus memenuhi syarat dan kompetensi. Sedangkan, menurut Mendikbud Muhadjir, baru ada 3.000 guru honorer yang memenuhi syarat untuk diangkat.
"Intinya kalau pak Wapres harus hati-hati, pak Mendikbud sama. Kalau saya usul yang penting segera mulai prosesnya karena persoalan ini sudah lama berlarut-larut," pungkas Ganjar.
Ditambahkannya lagi, status GTT saat ini tidak jelas karena mereka diangkat oleh kepala sekolah yang merasa kekurangan tenaga pengajar. Contohnya di Jateng saat ini kekurangan guru mencapai 49.631.
Namun ternyata keberadaan guru honorer atau GTT ini tidak diakui Kemendikbud.
"Karena untuk mengangkat GTT, Bupati Wali kota tersandera Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2006 yang melarang pengangkatan guru honorer, mereka tidak berani melanggar aturan," katanya.
Sedangkan, untuk GTT SMA/SMK saat ini sudah menjadi kewenangan provinsi. Pemprov Jateng telah mengeluarkan peraturan gubernur untuk membayar gaji guru dan pegawai kependidikan non-PNS sesuai upah minimum kota (UMK).
Syaratnya untuk guru harus berijazah sarjana dengan jurusan sesuai dengan mata pelajaran yang diampu (linier), dan mengajar minimal 24 jam per minggu. Untuk yang belum 24 jam akan diatur sesuai proporsi jam mengajar.
Tercatat jumlah guru SMA/SMK non-PNS dan tenaga kependidikan non-PNS di Jateng mencapai 14.638 ribu orang. Terdiri atas 7.618 guru wiyata bakti dan 7.020 tenaga pendidikan.
Sebagian kabupaten/kota pun sudah mengadopsi gaji minimal UMK ini. Di antaranya Kota Semarang dan Kota Magelang. Namun banyak daerah yang belum sehingga puluhan ribu GTT kesejahteraannya tidak terjamin.
Misalnya GTT dari Kudus yang hanya bergaji Rp 250 ribu per bulan dan GTT Cilacap yang bergaji Rp 400 ribu perbulan. Selain gaji kecil, mereka tidak bisa mengikuti sertifikasi oleh karena statusnya yang tidak diakui Kemendikbud.
"Nah dengan jadi PPPK maka gajinya minimal kan UMK dengan anggaran APBN langsung. Mereka jadi bisa ikut sertifikasi maka dapat tambahan dari tunjangan," katanya. (sumber: merdeka.com)
Pembahasan tersebut berkaitan dengan kepastian status Guru Tidak Tetap (GTT). Saat ini Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) masih berada di Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan-RB).
"Presiden akan mengecek langsung RPP itu di Kemenpan dan akan mendorong segera dibahas lalu disahkan. Bola sekarang di Kemenpan," jelas Ganjar usai bertemu Joko Widodo, Rabu (6/12).
Dengan adanya kesepakatan tersebut, maka Presiden Jokowi akan mendorong penyelesaian masalah GTT secepatnya. Pertemuan tersebut juga diikuti Wakil Presiden Jusuf Kalla dan Menteri Pendidikan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy.
Ganjar juga menyampaikan, Jusuf Kalla mewanti-wanti bahwa pengangkatan guru honorer menjadi PPPK harus memenuhi syarat dan kompetensi. Sedangkan, menurut Mendikbud Muhadjir, baru ada 3.000 guru honorer yang memenuhi syarat untuk diangkat.
"Intinya kalau pak Wapres harus hati-hati, pak Mendikbud sama. Kalau saya usul yang penting segera mulai prosesnya karena persoalan ini sudah lama berlarut-larut," pungkas Ganjar.
Ditambahkannya lagi, status GTT saat ini tidak jelas karena mereka diangkat oleh kepala sekolah yang merasa kekurangan tenaga pengajar. Contohnya di Jateng saat ini kekurangan guru mencapai 49.631.
Namun ternyata keberadaan guru honorer atau GTT ini tidak diakui Kemendikbud.
"Karena untuk mengangkat GTT, Bupati Wali kota tersandera Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2006 yang melarang pengangkatan guru honorer, mereka tidak berani melanggar aturan," katanya.
Sedangkan, untuk GTT SMA/SMK saat ini sudah menjadi kewenangan provinsi. Pemprov Jateng telah mengeluarkan peraturan gubernur untuk membayar gaji guru dan pegawai kependidikan non-PNS sesuai upah minimum kota (UMK).
Syaratnya untuk guru harus berijazah sarjana dengan jurusan sesuai dengan mata pelajaran yang diampu (linier), dan mengajar minimal 24 jam per minggu. Untuk yang belum 24 jam akan diatur sesuai proporsi jam mengajar.
Tercatat jumlah guru SMA/SMK non-PNS dan tenaga kependidikan non-PNS di Jateng mencapai 14.638 ribu orang. Terdiri atas 7.618 guru wiyata bakti dan 7.020 tenaga pendidikan.
Sebagian kabupaten/kota pun sudah mengadopsi gaji minimal UMK ini. Di antaranya Kota Semarang dan Kota Magelang. Namun banyak daerah yang belum sehingga puluhan ribu GTT kesejahteraannya tidak terjamin.
Misalnya GTT dari Kudus yang hanya bergaji Rp 250 ribu per bulan dan GTT Cilacap yang bergaji Rp 400 ribu perbulan. Selain gaji kecil, mereka tidak bisa mengikuti sertifikasi oleh karena statusnya yang tidak diakui Kemendikbud.
"Nah dengan jadi PPPK maka gajinya minimal kan UMK dengan anggaran APBN langsung. Mereka jadi bisa ikut sertifikasi maka dapat tambahan dari tunjangan," katanya. (sumber: merdeka.com)
0 komentar:
Posting Komentar