SUARAPGRI - Kebijakan Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) yang akan mengganti ujian sekolah (US) SD menjadi ujian sekolah berstandar nasional (USBN), mendapat sorotan.
Pemerintah diminta tidak tergesa-gesa untuk menerapkan USBN jenjang SD mulai tahun 2018 mendatang. Persiapan matang harus terlebih dahulu dilakukan.
Apalagi mata pelajaran (mapel) yang diujikan berjumlah delapan mapel. Jika persiapan belum matang, tidak perlu dipaksa diberlakukan tahun depan.
Sebagaimana yang diketahui ujian akhir untuk siswa SD yang berlaku saat ini bernama ujian sekolah (US). Terdiri dari tiga mapel; Bahasa Indonesia, Matematika, dan IPA.
Tahun depan US di SD diganti menjadi USBN. Dan ditambah lima mapel; IPS, PKN, Seni Budaya dan prakarya (SBDP), pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan (PJOK), serta agama.
Konsekuensi dengan status berstandar nasional, maka 25 persen butir soal ujiannya dibuat oleh Kemendikbud. Sisanya 75 persen butir soal ujian dibuat oleh guru.
Pengamat pendidikan Jejen Musfah mengatakan, dengan penambahan mapel yang diujikan dengan berstandar nasional otomatis butuh persiapan.
Khususnya terkait pembuatan soal oleh tim di Kemendikbud. Dengan persiapan yang kurang dari enam bulan, harus ada jaminan USBN delapan mapel di SD harus tepat soalnya dan tepat waktu pelaksanaan ujiannya.
"Jika dirasa belum matang (persiapannya, red) dieksekusi 2019 saja," pungkas Jejen, dosen UIN Syarif Hidayatullah Jakarta itu, Sabtu (23/12).
Menurutnya, meskipun porsi soal ujian dari Kemendikbud hanya 25 persen, harus dibuat secara tepat. Jangan sampai ada siswa yang merasa materi soal tersebut belum diajarkan di sekolah.
Terkait tingkat kesulitan, Jejen memperkirakan Kemendikbud tidak akan membuat soal yang sulit-sulit. "Pemilihan soal yang medium," terangnya.
Dia berharap kisi-kisi USBN jenjang SD untuk delapan mapel bisa segera dikeluarkan. Sehingga secepatnya bisa dipelajari oleh guru atau murid untuk persiapan USBN.
Jejen mengatakan, selama proses pembelajaran tuntas, tidak perlu takut berlebihan menghadapi USBN.
"Mau ujian berstandar nasional atau ujian sekolah itu biasa," ujarnya. Ujian adalah kelaziman di dunia pendidikan sebagai tolak ukur keberhasilan.
Psikolog yang berfokus pada bidang pendidikan anak Najeela Shihab mengatakan, penilaian begitu banyak mapel di USBN, tidak sesuai dengan kompetensi murid yang akan dikembangkan.
Sebaiknya pemerintah fokus dalam pengembangan kompetensi guru-guru SD. Sehingga guru bisa membuat evaluasi siswa yang baik di dalam kelas.
Sehingga ujian bukan sekedar nilai yang didapat siswa. Tapi betul-betul ada aksi nyata dalam memperbaiki pengajaran oleh guru dan cara belajar siswa.
Najeela juga mengkritisi penyiapan soal USBN di SD. Dia mengatakan, monitoring evaluasi dan kualitas soal tidak pernah transparan. "Seharusnya jelas dan terbuka," ucapnya.
Kepala Badan Standar Nasional Pendidikan Bambang Supriadi mengatakan, ada dua alasan memperbanyak mapel USBN dari tiga jadi delapan. Yaitu sebagai instrumen mengukur standar kompetensi lulusan.
Kemudian mendorong siswa untuk belajar secara tuntas. Serta menguatkan penilaian di tingkat satuan pendidikan. Terkait kisi-kisi USBN jenjang SD, masih dalam proses pengerjaan.
Sementara itu, Kepala Balitbang Kemendikbud Totok Suprayitno mengatakan, sedang proses pembuatan soal untuk USBN SD.
Dia menegaskan, tingkat kesulitan soal USBN yang dibuat kemendikbud standar alias tidak sulit. "Ujian adalah bagian alami dalam proses belajar," tuturnya. (sumber: jpnn.com)
0 komentar:
Posting Komentar