Hubungan Sastra dengan Masyarakat
Karya: Rizki Siddiq Nugraha
Sosiologi sastra memandang adanya hubungan antara karya sastra dengan masyarakat. Sastra dapat dipandang sebagai suatu gejala sosial. Sastra yang ditulis dalam kurun waktu tertentu langsung berkaitan dengan norma-norma dan adat istiadat pada zaman tersebut. Luxemburg, dkk. (1984, hlm. 23) menjelaskan hubungan antara sastra dan masyarakat diteliti dengan berbagai cara, sebagai berikut:
1. Aspek yang diteliti adalah faktor-faktor di luar teks sendiri, gejala konteks sastra, teks sastra itu sendiri tidak ditinjau.
2. Penelitian hubungan antara teks sastra dengan susunan masyarakat. Tujuannya sejauh mana sistem masyarakat dan perubahannya tercermin dalam sastra. Penelitian ini tidak hanya didasarkan pada norma-norma estetik, melainkan juga norma-norma politik dan etik.
Ratna dan Nyoman (2005, hlm. 331-340) mengungkapkan “adanya kesadaran bahwa karya sastra harus difungsikan sama dengan aspek-aspek kebudayaan lain, maka karya sastra dikembalikan ke tengah-tengah masyarakat, memahaminya sebagai bagian-bagian yang tidak terpisahkan dengan sistem komunikasi secara keseluruhan”. Ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan mengapa sastra memiliki kaitan erat dengan masyarakat dan harus diteliti dalam kaitannya dalam masyarakat. Beberapa hal tersebut dipaparkan, sebagai berikut:
1. Karya sastra ditulis oleh pengarang, diceritakan oleh tukang cerita, disalin oleh penyalin, sedangkan ketiga subjek tersebut adalah anggota masyarakat.
2. Karya sastra hidup dalam masyarakat, menyerap aspek-aspek kehidupan yang terjadi dalam masyarakat yang pada gilirannya juga difungsikan oleh masyarakat.
3. Medium karya sastra, baik lisan maupun tulisan, dipinjam dari kompetensi masyarakat, yang dengan sendirinya telah mengandung masalah-masalah kemasyarakatan.
4. Berbeda dengan ilmu pengetahuan, agama, adat istiadat, dan tradisi lain, dalam karya sastra terkandung estetika, etika, bahkan juga logika. Masyarakat jelas berkepentingan terhadap ketiga aspek tersebut.
5. Sama dengan masyarakat, karya sastra adalah hakikat intersubjektivitas, masyarakat menemukan citra dirinya dalam suatu karya.
Hubungan karya sastra dengan masyarakat, baik secara negasi, inovasi, maupun afirmasi, jelas merupakan hubungan yang hakiki. Karya sastra mempunyai tugas penting baik dalam usahanya untuk menjadi pelopor pembaharuan, maupun memberikan pengakuan terhadap suatu gejala kemasyarakatan.
Fungsi bahasa sebagai bahasa sastra jelas membawa ciri-ciri sendiri. Artinya, bahasa sastra adalah bahasa sehari-hari itu sendiri yang mengikuti perkembangan masyarakat pada umumnya. Dikaitkan dengan bahasa sebagai alat, maka ciri sosial terkandung dalam bahasa. Selama perkembangan sejarah sastra Indonesia, sejak sastra Melayu, Balai Pustaka, dan seterusnya, jelas ragam bahasa yang digunakan berbeda-beda. Dari segi isi pun jelas karya sastra menampilkan masalah-masalah sosial yang berbeda-beda sesuai dengan periode dan konteks sosial tertentu.
Kebebasan sekaligus kemampuan karya sastra untuk memasukkan hampir seluruh aspek kehidupan manusia menjadikan karya sastra sangat dekat dengan aspirasi masyarakat. Sehingga, dalam karya sastra mengandung aspek-aspek estetika, etika, filsafat, logika, bahkan ilmu pengetahuan.
Setiap zaman mengenal pertentangan kelas dan hasil sastra menyuarakan suara kelas tertentu, sehingga sastra merupakan alat perjuangan. Adapun Junus (1985, hlm. 20) menerangkan pandangan Marxisme, sebagai berikut:
1. Sastra adalah refleksi sosial.
2. Keadaan sosial selalu ditandakan dengan pertentangan kelas dan seorang penulis akan menyuarakan suara kelasnya.
3. Kesan pertentangan kelas ini akan ditemui juga dalam karya sastra, sehingga tokoh-tokoh di dalamnya merupakan tokoh yang representatif yang mewakili kelas sosial tertentu.
Karya sastra merupakan cerminan kehidupan masyarakat sehingga berbagai aspek kehidupan masyarakat ada di dalamnya, termasuk masalah-masalah politik dan kekuasaan. Masalah-masalah politik yang terjadi dalam masyarakat suatu saat akan terekam dalam teks sastra. Bahkan, kondisi politik juga sering mempengaruhi sastra itu sendiri.
Fungsi sastra dapat berbeda-beda dari zaman ke zaman di berbagai masyarakat. Di suatu zaman dan masyarakat tertentu, sastra mungkin berfungsi sebagai alat penyebarluasan ideologi, di zaman lain dan masyarakat lain sastra mungkin dianggap sebagai tempat pelarian yang aman dari kenyataan sehari-hari. Bahkan mungkin saja sastra dianggap mampu memberikan pengalaman hidup dan nilai-nilai kemanusiaan yang luhur bagi pembaca.
Referensi
Junus, U. (1985). Resepsi Sastra Sebuah Pengantar. Jakarta: Gramedia.
Luxemburg, V., dkk. (1984). Pengantar Ilmu Sastra. Jakarta: Gramedia.
Ratna, K., & Nyoman (2005). Sastra dan Cultural Studies: Representasi Fiksi dan Fakta. Yogyakarta: Pustaka Belajar.
0 komentar:
Posting Komentar