SUARAPGRI - Jakarta, Pemerintah melalui Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasis Birokrasi (Kemenpan-RB) menegaskan, pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) bukanlah pengganti pegawai honorer.
Sebagaimana calon pegawai negeri sipil (CPNS), rekrutmen PPPK ini pun harus melalui sistem merit.
Kepala Biro Hukum dan Humas KemenPANRB Herman Suryatman menegaskan, pegawai kontrak pemerintah ini bukan peralihan dari status tenaga honorer yang sudah ada.
"Bukan honorer. Berbeda. Tetap harus seleksi seperti seleksi CPNS," tegasnya saat ditemui di kantor Kemenpan-RB, Rabu (10/1/2018).
Meski begitu, Herman juga mengatakan, tenaga honorer yang ada di daerah punya kesempatan menjadi PPKK. Menurutnya, peluang untuk menjadi PPPK bagi tenaga honorer terbuka lebar dibandingkan menjadi PNS.
"Peluang bagi temanteman honorer lebih terbuka karena dari segi usia lebih longgar dan fleksibel. Tidak seperti untuk CPNS usia maksimal adalah 35 tahun," pungkasnya.
Di sisi lain, Herman juga menuturkan, pentingnya keseriusan tenaga honorer untuk mengikuti tahapan seleksi. Pasalnya, pemerintah menegaskan dalam hal rekrutmen aparatur sipil negara (ASN), baik CPNS ataupun PPPK, tidak ada pengangkatan langsung.
"Harus melalui seleksi, itu prinsip. Harus ada upaya lebih agar lolos seperti mengikuti simulasi CAT online. Masalahnya, banyak teman yang tidak mau ikut seleksi dan ingin pengangkatan langsung," tuturnya.
Terkait dengan rekrutmen PPPK, Herman juga mengaku, masih menunggu aturan teknis. Pemerintah, katanya, saat ini tengah menyusun peraturan presiden (perpres) tentang jabatan apa saja yang bisa diisi pegawai kontrak pemerintah.
"Peraturan pemerintah (PP) sudah selesai, tapi pihak Setneg ingin dilengkapi dengan perpres terkait dengan jabatannya apa saja," terangnya.
Hal senada juga diungkapkan oleh Pakar Administrasi Publik Universitas Indonesia (UI), Lina Miftahul Jannah. Menurut dia, PPPK bukanlah pengganti honorer seperti yang sering dipersepsikan.
"Jadi, banyak disalah artikan seolah-olah sama dengan honorer," katanya.
Dia mengatakan, sebagaimana proses penyusunan Undang-Undang (UU) No 5/2014 tentang ASN, PPPK diadakan untuk merekrut pegawai profesional yang dibutuhkan negara. Terlebih lagi, jika diketahui tidak ada PNS yang dapat mengisi jabatan tersebut.
"Misalnya saja dosen asing untuk penelitian dan mengajarkan tidak mungkin jadi PNS. Ini memang ahli yang dibutuhkan. Jangan pegawai administrasi biasa direkrut dari PPPK," jelasnya.
Lina menjelaskan, PPPK juga diperuntukkan bagi tenaga profesional yang hanya dalam waktu tertentu bekerja di pemerintahan. Termasuk juga ada evaluasi kontrak jika kinerjanya tidak sesuai dengan yang dibutuhkan.
"Ini memang untuk profesional-profesional yang hanya bekerja selama beberapa tahun saja. Dokter, dosen, peneliti, dan guru bisa menggunakan PPPK," imbuhnya.
Lebih lanjut lagi, dia menuturkan, pemerintah harus lebih detail terkait jabatan yang bisa diisi PPPK. Menurutnya, perpres juga perlu lebih fleksibel mengingat birokrasi dinamis.
"Jika ada jabatan baru yang dibutuhkan melalui PPPK, harus mudah ditambahkan," pungkasnya.
Pemahaman daerah terkait PPPK juga harus diperdalam jangan sampai di daerah memahami PPPK dengan makna berbeda. Apalagi saat ini sering dikaitkan dengan tenaga honorer.
"Jadi, standarnya sama saat rekrutmen CPNS. Harus ada analisis jabatan dan beban kerja," ujarnya.
Sebelumnya Deputi Bidang Sumber Daya Manusia (SDM) Aparatur Kemenpan-RB, Setiawan Wangsaatmaja mengatakan, pemerintah tengah menyusun aturan berupa perpres terkait jabatan apa saja yang bisa diisi PPPK.
Dia mengatakan, jabatan fungsional akan menjadi salah satu sasaran untuk diisi PPPK. (sumber: sindonews.com)
Sebagaimana calon pegawai negeri sipil (CPNS), rekrutmen PPPK ini pun harus melalui sistem merit.
Kepala Biro Hukum dan Humas KemenPANRB Herman Suryatman menegaskan, pegawai kontrak pemerintah ini bukan peralihan dari status tenaga honorer yang sudah ada.
"Bukan honorer. Berbeda. Tetap harus seleksi seperti seleksi CPNS," tegasnya saat ditemui di kantor Kemenpan-RB, Rabu (10/1/2018).
Meski begitu, Herman juga mengatakan, tenaga honorer yang ada di daerah punya kesempatan menjadi PPKK. Menurutnya, peluang untuk menjadi PPPK bagi tenaga honorer terbuka lebar dibandingkan menjadi PNS.
"Peluang bagi temanteman honorer lebih terbuka karena dari segi usia lebih longgar dan fleksibel. Tidak seperti untuk CPNS usia maksimal adalah 35 tahun," pungkasnya.
Di sisi lain, Herman juga menuturkan, pentingnya keseriusan tenaga honorer untuk mengikuti tahapan seleksi. Pasalnya, pemerintah menegaskan dalam hal rekrutmen aparatur sipil negara (ASN), baik CPNS ataupun PPPK, tidak ada pengangkatan langsung.
"Harus melalui seleksi, itu prinsip. Harus ada upaya lebih agar lolos seperti mengikuti simulasi CAT online. Masalahnya, banyak teman yang tidak mau ikut seleksi dan ingin pengangkatan langsung," tuturnya.
Terkait dengan rekrutmen PPPK, Herman juga mengaku, masih menunggu aturan teknis. Pemerintah, katanya, saat ini tengah menyusun peraturan presiden (perpres) tentang jabatan apa saja yang bisa diisi pegawai kontrak pemerintah.
"Peraturan pemerintah (PP) sudah selesai, tapi pihak Setneg ingin dilengkapi dengan perpres terkait dengan jabatannya apa saja," terangnya.
Hal senada juga diungkapkan oleh Pakar Administrasi Publik Universitas Indonesia (UI), Lina Miftahul Jannah. Menurut dia, PPPK bukanlah pengganti honorer seperti yang sering dipersepsikan.
"Jadi, banyak disalah artikan seolah-olah sama dengan honorer," katanya.
Dia mengatakan, sebagaimana proses penyusunan Undang-Undang (UU) No 5/2014 tentang ASN, PPPK diadakan untuk merekrut pegawai profesional yang dibutuhkan negara. Terlebih lagi, jika diketahui tidak ada PNS yang dapat mengisi jabatan tersebut.
"Misalnya saja dosen asing untuk penelitian dan mengajarkan tidak mungkin jadi PNS. Ini memang ahli yang dibutuhkan. Jangan pegawai administrasi biasa direkrut dari PPPK," jelasnya.
Lina menjelaskan, PPPK juga diperuntukkan bagi tenaga profesional yang hanya dalam waktu tertentu bekerja di pemerintahan. Termasuk juga ada evaluasi kontrak jika kinerjanya tidak sesuai dengan yang dibutuhkan.
"Ini memang untuk profesional-profesional yang hanya bekerja selama beberapa tahun saja. Dokter, dosen, peneliti, dan guru bisa menggunakan PPPK," imbuhnya.
Lebih lanjut lagi, dia menuturkan, pemerintah harus lebih detail terkait jabatan yang bisa diisi PPPK. Menurutnya, perpres juga perlu lebih fleksibel mengingat birokrasi dinamis.
"Jika ada jabatan baru yang dibutuhkan melalui PPPK, harus mudah ditambahkan," pungkasnya.
Pemahaman daerah terkait PPPK juga harus diperdalam jangan sampai di daerah memahami PPPK dengan makna berbeda. Apalagi saat ini sering dikaitkan dengan tenaga honorer.
"Jadi, standarnya sama saat rekrutmen CPNS. Harus ada analisis jabatan dan beban kerja," ujarnya.
Sebelumnya Deputi Bidang Sumber Daya Manusia (SDM) Aparatur Kemenpan-RB, Setiawan Wangsaatmaja mengatakan, pemerintah tengah menyusun aturan berupa perpres terkait jabatan apa saja yang bisa diisi PPPK.
Dia mengatakan, jabatan fungsional akan menjadi salah satu sasaran untuk diisi PPPK. (sumber: sindonews.com)
0 komentar:
Posting Komentar