Kurikulum 1994
Karya: Rizki Siddiq Nugraha
Adanya pandangan bahwa pada kurikulum sebelumnya, yaitu Kurikulum 1984 proses pembelajaran lebih menekankan pada teori belajar mengajar yang kurang memperhatikan muatan isi pelajaran. Oleh karena itu, Kurikulum 1994 memandang perlunya perhatian terhadap muatan pelajaran.
Kurikulum 1994 ditetapkan ketika menteri pendidikan dijabat oleh Prof. Dr. Ing Wardiman Djojonegoro. Ketentuan-ketentuan umum yang ada dalam Kurikulum 1994, di antaranya:
1. Bersifat objektif based curriculum.
2. Nama Sekolah Menengah Pertama (SMP) diganti menjadi Sekolah Lanjutan Tingkatan Pertama (SLTP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA) diganti menjadi Sekolah Menengah Umum (SMU).
3. Mata pelajaran PSPB dihapus.
4. Program pengajaran Sekolah Dasar (SD) dan SLTA disusun dalam 13 mata pelajaran.
5. Program pengajaran SMU disusun dalam 10 mata pelajaran.
6. Penjurusan SMU dilakukan di kelas 2 yang terdiri atas program Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS), dan Bahasa.
Kurikulum 1994 pada dasarnya dibuat sebagai penyempurnaan Kurikulum 1984 dan dilaksanakan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Hal ini berdampak pada sistem pembagian waktu pelajaran, yakni dengan mengubah dari sistem semester ke sistem caturwulan. Dengan sistem caturwulan yang pembagiannya dalam satu tahun menjadi tiga tahap diharapkan dapat memberi kesempatan bagi siswa untuk dapat menerima materi pelajaran cukup banyak.
Pada Kurikulum 1994 model administratif disebut dengan model garis staff atas ke bawah. Karena inisiatif dan gagasan datang dari pemerintah pusat. Jadi, pemerintah pusat yang menyusun kurikulum yang akan dijalankan oleh setiap satuan pendidikan. Guru hanya sekedar menjalankan apa yang telah ditetapkan oleh pemerintah.
Pada Kurikulum 1994, pembelajaran matematika mempunyai karakter yang khas, struktur materi sudah disesuaikan dengan psikologi perkembangan anak, materi keahlian seperti komputer semakin mendalam, model-model pembelajaran matematika kehidupan disajikan dalam berbagai pokok bahasan. Pembelajaran matematika kala itu mengedepankan tekstual materi, namun tidak melupakan hal-hal kontekstual yang berkaitan dengan materi. Soal cerita menjadi sajian menarik di setiap akhir pokok bahasan. Hal ini diberikan dengan pertimbangan agar siswa mampu menyelesaikan permasalahan kehidupan yang dihadapi sehari-hari.
Pada pelaksanaan pembelajaran, guru dapat memilih dan menggunakan strategi yang melibatkan siswa aktif dalam belajar, baik secara mental, fisik, dan sosial. Di dalam mengaktifkan siswa, guru dapat memberikan bentuk soal yang mengarah kepada jawaban konvergen, divergen, dan penyelidikan.
Pada pengajaran suatu mata pelajaran hendaknya disesuaikan dengan kekhasan konsep/pokok bahasan dan perkembangan berpikir siswa, sehingga diharapkan akan terdapat keserasian antara pengajar yang menekankan pada pemahaman konsep dan pengajaran yang menekankan keterampilan menyelesaikan soal dan pemecahan masalah. Pengajaran dari hal yang konkret ke hal yang abstrak, dari hal yang mudah ke hal yang sulit, dan dari hal sederhana ke hal yang kompleks. Pengulangan-pengulangan materi yang dianggap sulit perlu dilakukan untuk pemantapan pemahaman siswa.
Penilaian dilakukan dalam ulangan harian, ulangan caturwulan, serta Evaluasi Belajar Tahap Akhir (EBTA) dan Evaluasi Belajar Tahap Akhir Nasional (EBTANAS). Ulangan harian dan caturwulan dilakukan oleh guru dan dijadikan sebagai dasar untuk pemberian nilai dalam rapor dan kenaikan kelas, sedangkan EBTA dilakukan oleh sekolah untuk mata pelajara yang tidak di-EBTANAS-kan. EBTANAS dikoordinasikan secara nasional oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan sebagai salah satu dasar dalam menentukan kelulusan siswa. Bentuk soal yang digunakan adalah soal uraian dan pilihan ganda. Bentuk soal uraian biasa digunakan dalam ulangan harian, adapun bentuk soal pilihan ganda digunakan terutama pada EBTANAS. Pada EBTANAS juga masih ada soal uraian, tetapi uraian terbatas.
Selama dilaksanakannya Kurikulum 1994 muncul sejumlah permasalahan, terutama sebagai akibat dari kecenderungan kepada pendekatan pengusaan materi, di antaranya:
1. Beban belajar siswa terlalu berat karena banyaknya mata pelajaran dan banyaknya materi/substansi setiap mata pelajaran.
2. Materi pelajaran dianggap terlalu sukar karena kurang relevan dengan tingkat perkembangan berpikir siswa, dan kurang bermakna karena kurang terkait dengan aplikasi kehidupan sehari-hari.
3. Proses pembelajaran bersifat klasikal dengan tujuan menguasai materi pelajaran, guru sebagai pusat pembelajaran. Target pembelajaran pada penyampaian materi.
4. Evaluasi atau sistem penilaian menekankan pada kemampuan kognitif. Keberhasilan siswa diukur dan dilaporkan atas dasar perolehan nilai yang dapat diperbandingkan dengan nilai siswa lain. Ujian hanya menggunakan teknik paper and pencil test.
0 komentar:
Posting Komentar