Lempar Cakram
Karya: Rizki Siddiq Nugraha
Lempar cakram adalah salah satu nomor olahraga atletik. Berdasar catatan sejarah gerak gerakan dasar dari atletik, seperti jalan, lari, lompat, dan lempar telah dikenal oleh bangsa primitif pada zaman prasejarah. Mereka melakukan gerakan jalan, lari, lompat, dan lempar semata-mata untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Mereka yang kurang terampil, kurang tahan berjalan, kurang cepat lari, kurang tangkas melompat, atau melempar akan mati karena kelaparan atau menjadi mangsa binatang buas atau menjadi korban bencana alam. Pada zaman prasejarah, manusia telah menyadari akan manfaat ketahanan berjalan jauh, kecepatan lari, ketangkasan melompat dan melempar, sehingga banyak anggapan bahwa atletik adalah cabang olahraga yang tertua.
Meskipun gerakan dasar atletik ini telah dikenal sejak zaman prasejarah, tetapi perlombaan atletik termasuk lempar cakram yang pernah dilakukan dalam catatan sejarah baru terjadi pada zaman purba sekitar 1000 tahun Sebelum Masehi (SM). Hal ini dapat diketahui dari buku pujangga Yunani yang ditulis oleh Homeros. Pada buku ini Homeros menceritakan petualangan Odysseus. Bahwa pada suatu ketika Odysseus terdampar di sebuah kepulauan yang kemudian bernama Phaeacia, rajanya bernama Alcinous. Setelah Odysseus dibawa menghadap raja, diadakan penyambutan yang meriah. Pada acara tersebut diadakan serangkaian perlombaan pemuda-pemudi Phaeacea yang mempertunjukan kemahirannya dalam lomba lari cepat, gulat, lompat, tinju, dan lempar cakram.
Setelah rangkaian tersebut selesai, raja Alcinous meminta agar Odysseus memberikan demonstrasi lempar cakram. Semula Odysseus menolaknya dengan halus, tetapi raja mendesaknya dengan alasan agar pemuda Phaeacia dapat menyaksikan bagaimana cara melempar cakram yang sempurna, maka permintaan raja terpaksa dipenuhi. “Tanpa melepaskan pakaian perangnya yang terbuat dari logam, Odysseus bangkit minta izin kepada raja, kemudian masuk gelanggang mengambil cakram yang terberat dan dengan gaya termanis melempar cakram itu, cakram meluncur dan jatuh jauh dari jarak yang dicapai atlet-atlet dari Phaeacia” (Basuki, 1979, hlm. 24).
Di Indonesia, atletik termasuk lempar cakram dikenal lewat bangsa Belanda yang setengah abad lamanya menjajah negeri Indonesia. Namun, atletik termasuk lempar cakram ini belum dikenal secara luas kala itu. Kemudian pada zaman pendudukan Jepang mulai awal tahun 1942-1945 kegiatan keolahragawan mengalami perkembangan. Hal ini dapat dilihat di pagi hari semua pelajar dan pegawai diwajibkan melakukan senam. Selain itu, diberikan pelajaran beladiri dan atletik termasuk lempar cakram. “Tetapi semua aktivitas jasmani yang dilakukan oleh seluruh bangsa Indonesia itu hanya untuk kepentingan orang-orang Jepang sendiri, dalam usaha memenangkan perang” (Syarifuddin dan Muhadi, 1992, hlm. 3). “Kemudian setelah Indonesia merdeka perkembangan olahraga termasuk lempar cakram semakin meluas bahkan setiap orang diberikan kesempatan untuk melakukan latihan-latihan atletik termasuk lempar cakram” (Basuki, 1979, hlm. 37).
Menurut Poerwadarminta (1976, hlm. 584) lempar adalah “olahraga dengan melempar (lembing, peluru, martil, cakram). Sedangkan cakram adalah “sebuah benda kayu yang berbentuk piring berbingkai sabuk besi” (Sugandi, 1986, hlm. 51). Singkatnya, lempar cakram adalah salah satu cabang olahraga atletik pada nomor lempar di mana sang atlet harus melempar cakram sebanyak maksimal tiga (3) kali dalam setiap pertandingan untuk memperoleh jarak lempar terjauh pada lapangan khusus lempar cakram dengan aturan yang berlaku.
Pada pertandingan lempar cakram, atlet akan bertanding sesuai dengan kelasnya yang dibagi berdasarkan usia atlet. Kategori tersebut akan mempengaruhi berat cakram yang akan dipergunakan oleh atlet. Berdasar pada aturan organisasi International Amateur Athletic Foundation (IAAF), atlet lempar cakram usia muda (16-17 tahun) akan melempar cakram dengan berat 1,5 kg, sementara untuk kelas junior (18-19 tahun) akan melempar cakram dengan berat 1,75 kg, dan usia 20-75 tahun adalah 2 kg. Sementara bagi atlet putri, beban cakram 1 kg diperkenankan untuk segala usia hingga batas usia 75 tahun.
Lempar cakram merupakan olahraga yang selalu ada dalam setiap ajang olahraga internasional, seperti olimpiade. Sejak olimpiade modern yang diadakan pada tahun 1896, gambar figur atlet lempar cakram menjadi ikon untuk mempromosikan ajang bergengsi tersebut yang bahkan dibuat untuk stempel pada tahun 1896. Gambar atlet lempar cakram juga menjadi ikon dalam poster olimpiade tahun 1920 dan 1948.
Dasar dari lempar cakram adalah cara memegang cakram dan gaya melempar cakram yang akan dijabarkan kemudian. Secara garis besar teknik dasar melempar cakram, antara lain:
1. Persiapan
Proses ini merupakan hal yang penting sebelum atlet masuk ke arena, yakni atlet sudah harus melakukan pemanasan dan peregangan untuk menghindari cidera otot. Pemanasan bisa dilakukan dengan cara berlari selama kurang lebih 30 menit. Fungsi dari pemanasan ini adalah untuk membuat tubuh tidak kaku dan siap untuk melakukan peregangan. Proses peregangan harus mencakup seluruh bagian tubuh mulai dari ujung kepala sampai ujung kaki karena bagaimanapun juga lempar cakram melibatkan suluruh bagian tubuh dengan energi besar sehingga rawan cidera. Beri porsi lebih untuk meregangkan bagian leher, lengan, pundak, pergelangan tangan, jari-jari tangan, tulang punggung, pinggul, serta pergelangan kaki.
2. Awalan
Ketika atlet sudah masuk ke arena, maka yang perlu diperhatikan adalah menentukan posisi tubuh sesuai dengan gaya yang akan dipergunakan. Usahakan badan rileks dan pikiran fokus pada tubuh serta latihan-latihan yang pernah dijalani. Lempar cakram merupakan olah raga yang membutuhkan ketenangan ekstra sebelum memulainya. Tidak ada salahnya atlet melakukan orientasi lapangan, meski ia sudah hafal dan mungkin telah ribuan kali melakukannya, yakni dengan berjalan mengelilingi lingkaran tempat melakukan lemparan sambil melihat area target. Fokuskan pikiran pada target terjauh. Lalu mulailah melakukan gerakan untuk menciptakan momentum lemparan sesuai dengan gaya yang dipergunakan.
3. Melempar
Sampai saat ini cara memegang cakram yang paling efisien hanya ada dua cara, yakni:
a. Posisi cakram melekat pada telapak tangan dan ditahan dengan jari-jari tangan, yakni ruas jari telunjuk-kelingking mencengkram pinggir cakram dan ibu jari diposisikan bebas. Posisi jari telunjuk-kelingking terbuka lebar sehingga menjangkau lebih luas pinggiran permukaan cakram. Selain itu, posisi tangan agak ditekuk ketika memegang cakram agar bagian cakram yang tidak dicengkram jari bisa mendapatkan tumpuan sehingga tidak mudah jatuh ketika diayun dan dilemparkan.
b. Posisi cakram melekat pada telapak tangan dan ditahan dengan jari-jari tangan, yakni ruas jari telunjuk-kelingking mencengkram pinggir cakram dan ibu jari diposisikan bebas. Posisi jari telunjuk-kelingking tidak terbuka alias rapat sehingga tidak menjangkau secara luas pinggiran permukaan cakram. Selain itu, posisi tangan agak ditekuk ketika memegang cakram agar bagian cakram yang tidak dicengkram jari bisa mendapatkan tumpuan sehingga tidak mudah jatuh ketika diayun dan dilemparkan.
Proses melempar dilakukan sesuai gaya yang dipilih. Adapun gaya melempar cakram ditentukan dari awalan yang dipilih. Awalan ini ditandai dengan posisi tubuh atlet pada saat persiapan. Ada dua gaya lempar cakram yang populer, sebagai berikut:
a. Lempar cakram gaya samping
Gaya samping merupakan gaya dalam lempar cakram di mana pada saat persiapan, posisi tubuh atlet menghadap ke samping atau searah dengan tangan yang dipergunakan untuk memegang cakram. Umumnya adalah samping kanan karena sebagian besar atlet lempar cakram menggunakan tangan kanannya untuk memegang cakram. Melalui gaya ini, atlet bisa mengambil ancang-ancang dengan dua cara, yakni membuat ayunan dari samping ke depan beberapa kali untuk mengukur sudut lalu pada ayunan kesekian ia akan melepaskan cakram sejauh mungkin ke depan.
b. Lempar cakram gaya belakang
Lempar cakram gaya belakang pada dasarnya sama dengan lempar cakram gaya samping, hanya saja yang membedakannya adalah posisi tubuh saat memulai awalan. Gaya belakang ini memiliki keuntungan, yakni jarak untuk menciptakan momentum lempar lebih luas sehingga secara teoritis hasil lemparan akan lebih jauh. Namun demikian, gaya ini lebih sulit daripada gaya samping dan cenderung memiliki resiko yang lebih besar karena ketika atlet menghadap ke belakang ia tidak bisa menentukan titik lempar sebaik pada gaya sisi samping.
Ada dua cara dalam melakukan lempar cakram gaya belakang. Pertama atlet akan membuat gerakan setengah lingkaran lalu melepaskan cakramnya, dan yang kedua atlet membuat satu putaran penuh lalu melepaskan cakramnya. Sebagaimana pada gaya samping, para atlet profesional akan menggunakan cara kedua untuk bisa menghasilkan jarak lempar yang jauh dan tentunya cara tersebut sangatlah sulit.
Lapangan lempar cakram memiliki detail sebagai berikut:
1. Area lempar seluruhnya berbentuk persegi dengan lingakaran yang berbeda tepat di tengah. Lingkaran tersebut merupakan tempat atlet untuk melempar cakram.
2. Lingkaran tersebut sedikit lebih rendah, 5 cm dari permukaan, terbuat dari logam setebal 5 mm yang dilapisi semen agar tidak licin. Diameter lingkaran adalah 2,5 m.
3. Di sisi kanan, kiri dan belakang lingkaran, kira-kira sejauh minimal 75 cm dari lingkaran, dipasang jaring tinggi yang berfungsi untuk menahan cakram apabila terjadi kesalahan teknis, seperti cakram terlepas sebelum dilontarkan ke arah lapangan pendaratan.
4. Titik tengah lingakaran merupakan poros yang diambil sudut mengarah ke depan sebesar 34,92 derajat dari garis tengah. Garis pinggir sudut sisi kiri dan kanan akan ditarik hingga sejauh minimal 100 meter ke arah depan lapangan pendaratan. Tepa garis sudut tersebut diberi warna putih dengan lebar 5 cm sebagai tanda bagian luar dan dalam. Cakram yang dinilai merupakan cakram yang jatuh di area dalam sudut.
Terdapat sejumlah peraturan dalam lempar cakram diuraikan sebagai berikut:
1. Untuk pertandingan berskala internasional, ukuran lapangan dan ukuran cakram menggunakan ukuran standar yang ditetapkan IAAF.
2. Pertandingan menggunakan lima (5) wasit, dua wasit berada di area atlet melempar dan bertugas untuk mengawasi kaki atlet saat berputar sekaligus memberikan aba-aba kepada atlet, sedangkan tiga wasit lainnya berada di lapangan pendaratan dan bertugas mengawasi titik jatuh cakram dan mengukur jarak jatuh cakram dari titik lempar.
3. Atlet tidak diperbolehkan keluar lingkaran setelah berada pada posisi siap dan sebelum menyelesaikan lemparan.
4. Atlet tidak boleh menginjak bagian luar lingkaran ketika melakukan lemparan.
Referensi
Basuki, S. (1979). Atletik Sejarah Teknik dan Metodik. Jakarta: Garuda Muda Cipta Jakarta.
Poerwadarminta, W. J. S. (1976). Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: PN Balai Pustaka.
Sugandi, D. (1986). Atletik Dasar. Bandung: Pionir Jaya.
Syarifuddin, A., & Muhadi (1992). Pendidikan Jasmani dan Kesehatan. Jakarta: Depdikbud.
0 komentar:
Posting Komentar