Model Pembelajaran Brain-Based Learning
Karya: Rizki Siddiq Nugraha
Brain-based learning merupakan sebuah pembelajaran yang diselaraskan dengan cara otak yang didesain secara alamiah untuk belajar. Pembelajaran berbasis kemampuan otak ini didesain dengan mempertimbangkan segala yang baik untuk otak, yaitu dengan menciptakan lingkungan belajar yang positif dan menyenangkan. Jensen (2008, hlm. 311) mengungkapkan bahwa “semua pembelajaran akan melibatkan tubuh, pikiran, sikap, dan kesehatan fisik kita, pembelajaran berbasis kemampuan otak memperhatikan berbagai variabel berganda ini dengan lebih sering dan lebih komprehensif”.
Faidi (2013, hlm. 36-37) menyebutkan brain-based learning atau pembelajaran berbasis otak ialah “pembelajaran yang merupakan lingkungan belajar, baik sekolah maupun luar sekolah, di mana fungsi otak dan peranannya dalam pembelajaran digunakan. Jensen (2008, hlm. 12) menjelaskan bahwa “pembelajaran berbasis kemampuan otak adalah pembelajaran yang diselaraskan dengan cara otak yang didesain secara alamiah untuk belajar”. Pembelajaran berbasis kemampuan otak ini adalah sebuah pendekatan multidisipliner yang dibangun di atas sebuah pertanyaan fundamental mengenai apa saja yang baik bagi otak. Emosi yang dimiliki siswa sangat berpengaruh terhadap kemampuan belajarnya, sehingga emosi siswa merupakan komponen penting pada brain-based learning.
Strategi untuk mencapai persyaratan brain-based learning menurut Sapa’at (dalam Faidi, 2013, hlm. 37-38), antara lain:
1. Menciptakan lingkungan belajar yang menantang kemampuan berpikir siswa.
2. Menciptakan lingkungan pembelajaran yang menyenangkan.
3. Menciptakan situasi pembelajaran yang aktif dan bermakna bagi siswa (active learning).
Prinsip pembelajaran brain-based learning menurut Faidi (2013, hlm. 39-40) yaitu menyediakan kerangka teoritis untuk proses belajar-mengajar yang efektif, yakni dengan mencari kondisi belajar terbaik di mana pembelajaran berlangsung pada otak. Prinsip-prinsip tersebut meliputi:
1. Otak sebagai prosesor paralel karena proses pembelajaran melibatkan seluruh fisiologi tubuh.
2. Pencarian makna yang dilakukan dari pembawaan lahir terjadi secara berpola dan melibatkan emosi.
3. Setiap otak, secara stimulan, mengamati dan membangun suatu informasi mulai dari bagian-bagian terkecil hingga keseluruhan bagian.
4. Belajar melibatkan pemusatan perhatian pada sekitar yang terjadi secara langsung dan tidak langsung.
5. Dua tipe memori yang ada dalam otak, yakni sistem memori spasial dan sistem memori hafalan, otak mengerti dan mengingat dengan sangat baik saat fakta atau kenyataan ditanamkan pada sistem memori spasial.
6. Pada proses pembelajaran, perlu diperbanyak tantangan dan dilarang adanya ancaman karena setiap otak itu unik.
Jensen (2008, hlm. 484-490) mengungkapkan terdapat tujuh garis besar perencanaan brain-based learning, yaitu:
1. Pra-pemaparan, yakni tahap memberikan otak suatu tinjauan atas pembelajaran baru sebelum benar-benar digali. Tahap ini membantu otak mengembangkan peta konseptual yang lebih baik.
2. Persiapan, yakni tahap menciptakan keingintahuan atau kesenangan atau mengatur kondisi antisipatif.
3. Inisiasi dan akuisisi, tahap memberikan pembenaman atau tahap penciptaan konseksi. Tahap ini membantu siswa untuk membangun pengetahuan dan pemahaman awal.
4. Elaborasi, adalah tahap pemrosesan informasi. Pada tahap ini memastikan siswa tidak membuang fakta-fakta yang dihafalkan, melainkan mengembangkan jalur saraf kompleks yang menghubungkan koneksi subyek-subyek pelajaran dengan cara yang bermakna.
5. Inkubasi dan memasukan memori, tahap ini menekankan pentingnya waktu istirahat dan waktu untuk mengulang kembali/tinjauan. Karena otak belajar paling efektif dari waktu ke waktu, bukan langsung pada sesaat.
6. Verifikasi dan pengecekan keyakinan, tahap ini guru mengecek tingkat pemahaman siswa terhadap materi yang telah dipelajari. Di samping hal tersebut, siswa juga menginformasi pembelajaran untuk diri siswa.
7. Perayaan dan integrasi, tahap ini adalah tahap menanamkan semua arti penting rasa cinta dari belajar (melibatkan emosi).
Kelebihan model pembelajaran brain-based learning, di antaranya:
1. Memberikan suatu pemikiran baru tentang bagaimana otak bekerja.
2. Memerhatikan kerja alamiah otak pembelajar dalam proses pembelajaran.
3. Menciptakan iklim pembelajaran di mana pembelajar dihormati dan didukung.
4. Menghindari pemforsiran terhadap kerja otak.
5. Dapat menggunakan berbagai model dalam proses pembelajaran.
Adapun kelemahan model pembelajaran brain-based learning, antara lain:
1. Tenaga kependidikan di Indonesia belum sepenuhnya mengetahui tentang teori pembelajaran berbasis otak.
2. Memerlukan waktu yang tidak sedikit untuk memahami/mempelajari bagaimana otak bekerja.
3. Memerlukan biaya yang tidak sedikit untuk menciptakan pembelajaran yang baik bagi otak.
4. Memerlukan fasilitas yang memadai.
Referensi
Faidi, A. (2013). Tutorial Mengajar untuk Melejitkan Otak Kanan dan Kiri Anak. Yogyakarta: DIVA Press.
Jensen, E. (2008). Brain Based Learning Pembelajaran Berbasis Kemampuan Otak. Celeban Timur: Pustaka Pelajar.
0 komentar:
Posting Komentar