SUARAPGRI - Kemendikbud, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy menyampaikan bahwa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan terus berupaya mengangkat kembali posisi guru sebagai profesi terhormat.
Selain terus berupaya memenuhi hak dan memperbaiki kesejahteraan para guru, pemerintah juga mendorong agar guru semakin berdaya sesuai dengan profesinya.
"Saat ini kita sedang berusaha keras menjadikan guru sebagai pekerjaan profesional. Sehingga tidak sembarang orang menangani pekerjaan guru," disampaikan oleh Mendikbud Muhadjir Effendy dalam sambutannya pada Lokakarya Hari Guru Sedunia Tahun 2018, di kantor Kemendikbud, Jakarta, Selasa (2/10).
Guru, menurut Mendikbud Muhadjir, adalah 'akar rumput' pendidikan nasional. Perannya sangat penting, meski seringkali dianggap remeh karena posisinya.
"Tidak akan ada pendidikan yang 'menghijau' jika tidak ada guru. Dan juga pendidikan tidak akan subur kalau gurunya, tidak 'subur'. Karenanya, sebelum bicara tentang pendidikan yang berkualitas, sejahterakan guru. Dan beri dia status yang membikin dia bangga, sehingga dia memiliki self-dignity," pungkasnya.
Ditambahkannya, saat ini Kemendikbud terus berupaya memberikan hak-hak guru agar memiliki martabat dan kepercayaan diri. Diyakini oleh Mendikbud, hal tersebut dapat mendorong kualitas proses pembelajaran yang lebih baik.
Salah satu upaya yang dilakukan oleh pemerintah adalah mendorong jelasnya status guru. Namun, dengan keterbatasan kemampuan pemerintah, pengangkatan guru tidak bisa dilakukan serta merta, tetapi bertahap.
"Setelah tes CPNS ini, masih ada peluang untuk guru yang usianya sudah 35 tahun untuk mengikuti tes calon pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja," kata Menteri Muhadjir.
Menjadi guru profesional
Sekarang ini, menurut Mendikbud Muhadjir Effendy, tugas Kemendikbud adalah mendorong para guru dapat menjadikan peserta didiknya cerdas dan berkarakter. Untuk itu, pola pelatihan guru akan diubah agar semakin memberdayakan dan memperkuat posisi guru sebagai tenaga profesional.
Setidaknya terdapat tiga hal yang menjadikan guru sebagai profesi yang terpandang. Yang pertama adalah kompetensi inti (keahlian). Hal ini mencakup kecakapan pedagodis dan juga kepribadian (karakter) pendidik. Kedua, adalah kesadaran dan tanggung jawab sosial.
"Dia abdikan dirinya untuk kepentingan keahliannya, dan manfaat keahliannya dia persembahkan untuk kepentingan masyarakat. Kalau tidak, maka pekerjaan profesional itu justru bisa membahayakan banyak orang," tutur Muhadjir Effendy.
Dan yang ketiga adalah adanya semangat kesejawatan dan kebanggaan terhadap korpsnya. Salah satu ciri profesi, menurut Mendikbud, adalah adanya asosiasi profesi.
"Asosiasi profesi itu untuk saling mengasah kemahiran, kecakapan, bersama-sama. Saling tukar menukar pengalaman tentang ilmu dan keahliannya. Seharusnya asosiasi guru juga demikian," ujar Muhadjir.
Peningkatan Kualitas Proses Pembelajaran
Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan (Dirjen GTK), Supriano, mengajak guru meningkatkan kualitas pembelajaran untuk menghadapi tantangan abad 21. Guru diharapkan menghadirkan pembelajaran yang mendorong aktivitas (belajar untuk mempraktikkan) dan kompetensi. Serta pembelajaran yang mengasah keterampilan berfikir tingkat tinggi/high order thinking skills.
Menurutnya, fokus pelaksanaan program Ditjen GTK di tahun 2019 adalah mendorong peningkatan kualitas pembelajaran di kelas. Pengembangan kompetensi guru akan merujuk pada potret mutu yang sudah cukup spesifik, seperti analisis hasil ujian nasional.
Dicontohkannya, jika nilai matematika pada ujian nasional di suatu zona masih rendah, maka para guru di dalam zona tersebut akan berdiskusi tentang strategi peningkatan mutu mata pelajaran matematika di zona tersebut.
"Ada masalah apa? Geometri atau Aljabarnya atau Kalkulusnya? 'Kan ada guru di zona itu yang pintar materi itu, nanti didiskusikan di MGMP (Musyawarah Guru Mata Pelajaran) di zona itu. Jadi namanya peningkatan kompetensi proses pembelajaran," terang Dirjen GTK.
Melalui pendekatan sistem zonasi, pemerintah akan mendorong pelatihan guru profesional oleh MGMP dan Kelompok Kerja Guru (KKG).
"Yang menyiapkan guru inti dan instruktur kabupaten/kota itu Ditjen Dikdasmen (Pendidikan Dasar dan Menengah). Kami di Ditjen GTK yang menyiapkan model pembelajarannya, kemudian unit-unit pembelajaran, bukan modul. Guru inti menjadi fasilitator bersama guru-guru di zona itu," jelasnya
Paradigma guru masa kini hendaknya menjawab empat tantangan besar, di antaranya revolusi industri 4.0, globalisasi, kebutuhan domestik terkait daya saing dan penyediaan tenaga kerja, serta mendidik generasi Z.
Perubahan dunia yang begitu cepat dan tidak linear ini mengubah cara bekerja dan belajar. Untuk itu, pendidikan masa depan, menurut Dirjen GTK, harus berpusat pada siswa, baik secara aspek akademis, juga kepribadian/karakter.
Menyoal posisi guru di era revolusi industri 4.0, Dirjen Supriano juga mengingatkan, agar para guru tidak melupakan perannya sebagai pendidik. Guru harus mampu menjadi teladan agar bisa menjalankan pendidikan karakter yang sangat penting di masa depan.
"Dengan perkembangan teknologi, mengajar bisa dilakukan tanpa guru. Kalau cuma mengajar saja, guru bisa digantikan. Sebagai pendidik, guru masih akan dibutuhkan sampai kapanpun," imbuhnya.
(sumber: kemdikbud.go.id)
Selain terus berupaya memenuhi hak dan memperbaiki kesejahteraan para guru, pemerintah juga mendorong agar guru semakin berdaya sesuai dengan profesinya.
"Saat ini kita sedang berusaha keras menjadikan guru sebagai pekerjaan profesional. Sehingga tidak sembarang orang menangani pekerjaan guru," disampaikan oleh Mendikbud Muhadjir Effendy dalam sambutannya pada Lokakarya Hari Guru Sedunia Tahun 2018, di kantor Kemendikbud, Jakarta, Selasa (2/10).
Guru, menurut Mendikbud Muhadjir, adalah 'akar rumput' pendidikan nasional. Perannya sangat penting, meski seringkali dianggap remeh karena posisinya.
"Tidak akan ada pendidikan yang 'menghijau' jika tidak ada guru. Dan juga pendidikan tidak akan subur kalau gurunya, tidak 'subur'. Karenanya, sebelum bicara tentang pendidikan yang berkualitas, sejahterakan guru. Dan beri dia status yang membikin dia bangga, sehingga dia memiliki self-dignity," pungkasnya.
Ditambahkannya, saat ini Kemendikbud terus berupaya memberikan hak-hak guru agar memiliki martabat dan kepercayaan diri. Diyakini oleh Mendikbud, hal tersebut dapat mendorong kualitas proses pembelajaran yang lebih baik.
Salah satu upaya yang dilakukan oleh pemerintah adalah mendorong jelasnya status guru. Namun, dengan keterbatasan kemampuan pemerintah, pengangkatan guru tidak bisa dilakukan serta merta, tetapi bertahap.
"Setelah tes CPNS ini, masih ada peluang untuk guru yang usianya sudah 35 tahun untuk mengikuti tes calon pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja," kata Menteri Muhadjir.
Menjadi guru profesional
Sekarang ini, menurut Mendikbud Muhadjir Effendy, tugas Kemendikbud adalah mendorong para guru dapat menjadikan peserta didiknya cerdas dan berkarakter. Untuk itu, pola pelatihan guru akan diubah agar semakin memberdayakan dan memperkuat posisi guru sebagai tenaga profesional.
Setidaknya terdapat tiga hal yang menjadikan guru sebagai profesi yang terpandang. Yang pertama adalah kompetensi inti (keahlian). Hal ini mencakup kecakapan pedagodis dan juga kepribadian (karakter) pendidik. Kedua, adalah kesadaran dan tanggung jawab sosial.
"Dia abdikan dirinya untuk kepentingan keahliannya, dan manfaat keahliannya dia persembahkan untuk kepentingan masyarakat. Kalau tidak, maka pekerjaan profesional itu justru bisa membahayakan banyak orang," tutur Muhadjir Effendy.
Dan yang ketiga adalah adanya semangat kesejawatan dan kebanggaan terhadap korpsnya. Salah satu ciri profesi, menurut Mendikbud, adalah adanya asosiasi profesi.
"Asosiasi profesi itu untuk saling mengasah kemahiran, kecakapan, bersama-sama. Saling tukar menukar pengalaman tentang ilmu dan keahliannya. Seharusnya asosiasi guru juga demikian," ujar Muhadjir.
Peningkatan Kualitas Proses Pembelajaran
Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan (Dirjen GTK), Supriano, mengajak guru meningkatkan kualitas pembelajaran untuk menghadapi tantangan abad 21. Guru diharapkan menghadirkan pembelajaran yang mendorong aktivitas (belajar untuk mempraktikkan) dan kompetensi. Serta pembelajaran yang mengasah keterampilan berfikir tingkat tinggi/high order thinking skills.
Menurutnya, fokus pelaksanaan program Ditjen GTK di tahun 2019 adalah mendorong peningkatan kualitas pembelajaran di kelas. Pengembangan kompetensi guru akan merujuk pada potret mutu yang sudah cukup spesifik, seperti analisis hasil ujian nasional.
Dicontohkannya, jika nilai matematika pada ujian nasional di suatu zona masih rendah, maka para guru di dalam zona tersebut akan berdiskusi tentang strategi peningkatan mutu mata pelajaran matematika di zona tersebut.
"Ada masalah apa? Geometri atau Aljabarnya atau Kalkulusnya? 'Kan ada guru di zona itu yang pintar materi itu, nanti didiskusikan di MGMP (Musyawarah Guru Mata Pelajaran) di zona itu. Jadi namanya peningkatan kompetensi proses pembelajaran," terang Dirjen GTK.
Melalui pendekatan sistem zonasi, pemerintah akan mendorong pelatihan guru profesional oleh MGMP dan Kelompok Kerja Guru (KKG).
"Yang menyiapkan guru inti dan instruktur kabupaten/kota itu Ditjen Dikdasmen (Pendidikan Dasar dan Menengah). Kami di Ditjen GTK yang menyiapkan model pembelajarannya, kemudian unit-unit pembelajaran, bukan modul. Guru inti menjadi fasilitator bersama guru-guru di zona itu," jelasnya
Paradigma guru masa kini hendaknya menjawab empat tantangan besar, di antaranya revolusi industri 4.0, globalisasi, kebutuhan domestik terkait daya saing dan penyediaan tenaga kerja, serta mendidik generasi Z.
Perubahan dunia yang begitu cepat dan tidak linear ini mengubah cara bekerja dan belajar. Untuk itu, pendidikan masa depan, menurut Dirjen GTK, harus berpusat pada siswa, baik secara aspek akademis, juga kepribadian/karakter.
Menyoal posisi guru di era revolusi industri 4.0, Dirjen Supriano juga mengingatkan, agar para guru tidak melupakan perannya sebagai pendidik. Guru harus mampu menjadi teladan agar bisa menjalankan pendidikan karakter yang sangat penting di masa depan.
"Dengan perkembangan teknologi, mengajar bisa dilakukan tanpa guru. Kalau cuma mengajar saja, guru bisa digantikan. Sebagai pendidik, guru masih akan dibutuhkan sampai kapanpun," imbuhnya.
(sumber: kemdikbud.go.id)
0 komentar:
Posting Komentar