SUARAPGRI - Sempat dikriktik dari kalangan honorer K2 terkait banyaknya yang tidak bisa ikut tes CPNS karena terpaut usia. Akhirnya pemerintah membuat terobosan dengan melakukan Seleksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).
P3K ini setara dengan PNS, dan bakal digelar tahun 2019 mendatang. Pemerintah kini menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 49 Tahun 2018 tentang Manajemen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).
Aturan tersebut membuka peluang seleksi dan pengangkatan bagi tenaga honorer yang telah melampaui batas usia pelamar pegawai negeri sipil (PNS). Selain itu, pemerintah juga memastikan agar skema kebijakan PPPK dapat diterima semua kalangan dan menjadi salah satu instrumen kebijakan untuk penyelesaian masalah tenaga honorer.
PPPK dikontrak minimal satu tahun dan bisa diperpanjang hingga 30 tahun sesuai dengan kebutuhan, kompetensi yang dimiliki dan kinerja yang diperlihatkan.
"2019 Insya Allah bakal dilakukan. Kami masih menunggu pertimbangan. Karena ada 2 pertimbangan teknis dari sisi Kementerian Keuangan dan jumlahnya. Mudah-mudahan cepat," ujar Deputi Bidang SDM Aparatur Kementerian PAN-RB Setiawan Wangsaatmaja saat rapat kerja dengan Komisi X di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (12/12/2018).
Setiawan menjelaskan, proses seleksi PPPK juga dilakukan satu kali. Selanjutnya guru yang berstatus PPPK hanya akan diawasi melalui penilaian kinerja setiap tahunnya seperti PNS.
"Seperti PNS bahwa PNS setiap tahun dievaluasi kinerjanya. Katakanlah (kontrak) 1 kali untuk 10 tahun, atau bisa lebih tergantung jenis jabatannya. Tapi yang jelas tidak seleksi setiap tahun," pungkasnya.
Dia juga menegaskan, guru PPPK juga sama dengan PNS. Jika kinerjanya buruk tetap bisa diberhentikan. PPPK juga akan mendapatkan hak seperti jaminan hari tua, jaminan kecelakaan kerja, jaminan kesehatan dan perlindungan. Untuk gaji akan disamakan dengan PNS atau sesuai dengan UMR, namun tidak mendapatkan uang pensiun.
Rugi Kalau Menolak PPPK
Menteri Pendayagunaan Aparatur Sipil Negara dan Reformasi Birokrasi (MENPAN-RB) Syafruddin heran kepada tenaga honorer yang mengkritik Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2018 tentang Manajemen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).
"Itu (PP 49/2019) kan untuk keuntungan tenaga honorer, ngapain nolak?" kata Menteri Syafruddin saat dijumpai di Istana Presiden Jakarta, Senin (10/12/2018).
Syafruddin juga menambahkan, Presiden Jokowi sudah baik memikirkan solusi bagi tenaga honorer yang sebenarnya sudah ada pada pemerintahan sebelumnya. Oleh sebab itu, semestinya kebijakan itu diapresiasi.
"Kami itu akan memberikan afirmasi yang terbaik bagi tenaga honorer, khususnya guru," tuturnya.
Meski demikian, mantan Wakil Kepala Polri tersebut tetap menghargai pendapat mereka yang mengkritik dan menolak PP P3K.
"Tapi (apabila tenaga honorer masih menolak), silahkan saja, tidak apa-apa. Justru rugi dia. Kalau enggak ada P3K, justru rugi dia, mau lewat mana lagi mereka?" lanjutnya.
Saat ditanya apakah ia akan menjalin komunikasi dengan pihak-pihak yang menolak PP P3K, Syafruddin mengaku, tidak akan melakukannya.
"Sudahlah, biar saja mereka menolak. Sudah dikasih bagus oleh Presiden," imbuhnya.
Diberitakan, Presiden Jokowi akhirnya meneken Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2018 tentang Manajemen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K).
Aturan ini membuka peluang seleksi dan pengangkatan bagi tenaga honorer yang telah melampaui batas usia pelamar pegawai negeri sipil (PNS).
Namun, kebijakan itu justru menuai kritik. Salah satunya dari Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI).
Ketua Umum PGRI Unifah Rosyidi menilai, PP 49/2018 sebagai solusi masalah tenaga honorer itu justru melukai para guru honorer, khususnya yang sudah mengabdi puluhan tahun.
Sebab, orang yang baru lulus kuliah dan belum menjadi guru honorer juga bisa ikut dalam rekrutmen P3K. Hal ini diatur dalam pasal 16 ayat a PP P3K.
Dalam pasal itu disebutkan, setiap warga negara Indonesia mempunyai kesempatan yang sama untuk melamar menjadi P3K dengan memenuhi persyaratan usia paling rendah 20 tahun dan paling tinggi satu tahun sebelum masa pensiun.
"Artinya, semuanya mulai dari fresh graduate dari umur 20-59 tahun dijadikan sama-sama dalam satu plot. Itu tentunya melukai rasa keadilan para guru yang sudah mengabdi puluhan tahun di situ," kata Unifah Rosyidi kepada wartawan, usai bertemu dengan Presiden Joko Widodo di Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (5/12/2018).
"Karena kekurangan guru, kok seolah-olah mereka (guru honorer) tidak diperhitungkan," ucapnya.
Aturan PPPK Tak Adil
Ketua Forum Honorer K2 Indonesia (FHK2I) Titi Purwaningsih menilai Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2018 tentang Manajemen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K) merupakan sebuah aturan yang tidak adil.
"Menurut kami itu bukan solusi yang berkeadilan," kata Titi saat dihubungi Kompas.com, Senin (3/11/2018).
Titi juga mengatakan, aturan itu tidak adil karena beberapa pekerjaan tenaga honorer tidak diakomodasi. Ia mengaku sudah mengupas tuntas pekerjaan apa saja yang bisa diangkat sebagai P3K.
"Ada beberapa pekerjaan yang tidak diakomodasi dalam PPPK yang sudah dilakukan oleh honorer K2. Contoh pramu kantor itu tidak ada di P3K. Staf TU juga tidak ada," terang Titi.
Selain itu, Titi juga menyoroti skema rekrutmen P3K yang tidak memperhitungkan lamanya tenaga honorer sudah mengabdi untuk negara. Rekrutmen hanya dilakukan secara umum berdasarkan hasil tes semata.
"Kalau skema umum, sama dong yang sudah mengabdi puluhan tahun dengan yang tidak mengabdi," pungkasnya.
Titi juga mempertanyakan nasib honorer K2 yang sudah mengikuti rekrutmen P3K namun tidak juga lulus tes. Ia juga mempertanyakan klaim pemerintah yang menyebut PNS dan P3K akan mendapat hak keuangan yang sama.
"Kalau gajinya sama dengan PNS, kenapa tidak jadi PNS saja? Kan anggarannya sama?" ujarnya.
Pada intinya, ia tetap menuntut agar pemerintah tetap bisa mengangkat tenaga honorer sebagai pegawai negeri sipil (PNS), bukan PPPK.
"Pemerintah harusnya membuat regulasi yang bisa menyelesaikan honorer K2 menjadi PNS secara bertahap," tuturnya.
Titi mengaku pihaknya tengah mempertimbangkan untuk menggugat PP P3K ini lewat jalur hukum. Saat ini, ia masih menunggu salinan PP tersebut diunggah di situs resmi Sekretariat Negara.
PGRI Juga Protes
Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) mengkritik Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2018 tentang Manajemen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K).
Peraturan pemerintah sebagai solusi masalah tenaga honorer itu justru melukai para guru honorer, khususnya yang sudah mengabdi selama puluhan tahun.
Sebab, orang yang baru lulus kuliah dan belum menjadi guru honorer juga bisa ikut dalam rekrutmen P3K. Hal ini diatur dalam pasal 16 ayat a PP P3K.
Dalam pasal itu disebutkan, setiap warga negara Indonesia mempunyai kesempatan yang sama untuk melamar menjadi PPPK dengan memenuhi persyaratan usia paling rendah 20 tahun dan paling tinggi satu tahun sebelum masa pensiun.
"Artinya, semuanya mulai dari fresh graduate dari umur 20-59 tahun dijadikan sama-sama dalam satu plot. Itu tentunya melukai rasa keadilan para guru yang sudah mengabdi puluhan tahun di situ," kata Ketua Umum PGRI Unifah Rosyidi kepada wartawan, usai bertemu Presiden Joko Widodo di Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (5/12/2018).
"Karena kekurangan guru, kok seolah-olah mereka (guru honorer) tidak diperhitungkan," kata Unifah.
PGRI berharap ada Peraturan Menpan-RB yang bisa mengatur secara khusus rekrutmen untuk guru honorer dan tenaga pendidikan honorer yang selama ini sudah mengabdi.
Di aturan Permenpan-Rb itu, ia menyarankan dibuat aturan khusus yang bisa memudahkan guru dan tenaga pendidikan honorer berubah status menjadi P3K.
Menurutnya, tidak seharusnya guru honorer yang sudah mengabdi ikut rekrutmen bersama dengan yang baru lulus.
"Harusnya ditesnya sesama honorer itu, dan diberi penghargaan untuk yang lebih lama mengabdi, yang berdedikasi," jelas Unifah.
"Dan kita siap dilakukan sebagaimana Aparatur Sipil Negara (ASN) lain, dinilai kinerjanya, yang paling penting temen-teman honorer yang telah sertifikasi guru itu bisa diakui sertifikasinya," tambahnya.
Unifah juga mengatakan, kritik dan masukan PGRI ini sudah disampaikan langsung ke Presiden Jokowi dalam pertemuan siang ini. Jokowi berjanji akan menindaklanjutinya.
"Beliau mengatakan sangat fokus pada penanganan SDM, dan akan dibicarakan khusus soal tanggapan kami. PGRI juga akan dilibatakan. Dengan demikian, beliau akan meminta kementerian terkait untuk bersama-sama PGRI menindaklanjuti usulan ini," kata Unifah.
P3K ini setara dengan PNS, dan bakal digelar tahun 2019 mendatang. Pemerintah kini menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 49 Tahun 2018 tentang Manajemen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).
Aturan tersebut membuka peluang seleksi dan pengangkatan bagi tenaga honorer yang telah melampaui batas usia pelamar pegawai negeri sipil (PNS). Selain itu, pemerintah juga memastikan agar skema kebijakan PPPK dapat diterima semua kalangan dan menjadi salah satu instrumen kebijakan untuk penyelesaian masalah tenaga honorer.
PPPK dikontrak minimal satu tahun dan bisa diperpanjang hingga 30 tahun sesuai dengan kebutuhan, kompetensi yang dimiliki dan kinerja yang diperlihatkan.
"2019 Insya Allah bakal dilakukan. Kami masih menunggu pertimbangan. Karena ada 2 pertimbangan teknis dari sisi Kementerian Keuangan dan jumlahnya. Mudah-mudahan cepat," ujar Deputi Bidang SDM Aparatur Kementerian PAN-RB Setiawan Wangsaatmaja saat rapat kerja dengan Komisi X di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (12/12/2018).
Setiawan menjelaskan, proses seleksi PPPK juga dilakukan satu kali. Selanjutnya guru yang berstatus PPPK hanya akan diawasi melalui penilaian kinerja setiap tahunnya seperti PNS.
"Seperti PNS bahwa PNS setiap tahun dievaluasi kinerjanya. Katakanlah (kontrak) 1 kali untuk 10 tahun, atau bisa lebih tergantung jenis jabatannya. Tapi yang jelas tidak seleksi setiap tahun," pungkasnya.
Dia juga menegaskan, guru PPPK juga sama dengan PNS. Jika kinerjanya buruk tetap bisa diberhentikan. PPPK juga akan mendapatkan hak seperti jaminan hari tua, jaminan kecelakaan kerja, jaminan kesehatan dan perlindungan. Untuk gaji akan disamakan dengan PNS atau sesuai dengan UMR, namun tidak mendapatkan uang pensiun.
Rugi Kalau Menolak PPPK
Menteri Pendayagunaan Aparatur Sipil Negara dan Reformasi Birokrasi (MENPAN-RB) Syafruddin heran kepada tenaga honorer yang mengkritik Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2018 tentang Manajemen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).
"Itu (PP 49/2019) kan untuk keuntungan tenaga honorer, ngapain nolak?" kata Menteri Syafruddin saat dijumpai di Istana Presiden Jakarta, Senin (10/12/2018).
Syafruddin juga menambahkan, Presiden Jokowi sudah baik memikirkan solusi bagi tenaga honorer yang sebenarnya sudah ada pada pemerintahan sebelumnya. Oleh sebab itu, semestinya kebijakan itu diapresiasi.
"Kami itu akan memberikan afirmasi yang terbaik bagi tenaga honorer, khususnya guru," tuturnya.
Meski demikian, mantan Wakil Kepala Polri tersebut tetap menghargai pendapat mereka yang mengkritik dan menolak PP P3K.
"Tapi (apabila tenaga honorer masih menolak), silahkan saja, tidak apa-apa. Justru rugi dia. Kalau enggak ada P3K, justru rugi dia, mau lewat mana lagi mereka?" lanjutnya.
Saat ditanya apakah ia akan menjalin komunikasi dengan pihak-pihak yang menolak PP P3K, Syafruddin mengaku, tidak akan melakukannya.
"Sudahlah, biar saja mereka menolak. Sudah dikasih bagus oleh Presiden," imbuhnya.
Diberitakan, Presiden Jokowi akhirnya meneken Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2018 tentang Manajemen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K).
Aturan ini membuka peluang seleksi dan pengangkatan bagi tenaga honorer yang telah melampaui batas usia pelamar pegawai negeri sipil (PNS).
Namun, kebijakan itu justru menuai kritik. Salah satunya dari Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI).
Ketua Umum PGRI Unifah Rosyidi menilai, PP 49/2018 sebagai solusi masalah tenaga honorer itu justru melukai para guru honorer, khususnya yang sudah mengabdi puluhan tahun.
Sebab, orang yang baru lulus kuliah dan belum menjadi guru honorer juga bisa ikut dalam rekrutmen P3K. Hal ini diatur dalam pasal 16 ayat a PP P3K.
Dalam pasal itu disebutkan, setiap warga negara Indonesia mempunyai kesempatan yang sama untuk melamar menjadi P3K dengan memenuhi persyaratan usia paling rendah 20 tahun dan paling tinggi satu tahun sebelum masa pensiun.
"Artinya, semuanya mulai dari fresh graduate dari umur 20-59 tahun dijadikan sama-sama dalam satu plot. Itu tentunya melukai rasa keadilan para guru yang sudah mengabdi puluhan tahun di situ," kata Unifah Rosyidi kepada wartawan, usai bertemu dengan Presiden Joko Widodo di Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (5/12/2018).
"Karena kekurangan guru, kok seolah-olah mereka (guru honorer) tidak diperhitungkan," ucapnya.
Aturan PPPK Tak Adil
Ketua Forum Honorer K2 Indonesia (FHK2I) Titi Purwaningsih menilai Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2018 tentang Manajemen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K) merupakan sebuah aturan yang tidak adil.
"Menurut kami itu bukan solusi yang berkeadilan," kata Titi saat dihubungi Kompas.com, Senin (3/11/2018).
Titi juga mengatakan, aturan itu tidak adil karena beberapa pekerjaan tenaga honorer tidak diakomodasi. Ia mengaku sudah mengupas tuntas pekerjaan apa saja yang bisa diangkat sebagai P3K.
"Ada beberapa pekerjaan yang tidak diakomodasi dalam PPPK yang sudah dilakukan oleh honorer K2. Contoh pramu kantor itu tidak ada di P3K. Staf TU juga tidak ada," terang Titi.
Selain itu, Titi juga menyoroti skema rekrutmen P3K yang tidak memperhitungkan lamanya tenaga honorer sudah mengabdi untuk negara. Rekrutmen hanya dilakukan secara umum berdasarkan hasil tes semata.
"Kalau skema umum, sama dong yang sudah mengabdi puluhan tahun dengan yang tidak mengabdi," pungkasnya.
Titi juga mempertanyakan nasib honorer K2 yang sudah mengikuti rekrutmen P3K namun tidak juga lulus tes. Ia juga mempertanyakan klaim pemerintah yang menyebut PNS dan P3K akan mendapat hak keuangan yang sama.
"Kalau gajinya sama dengan PNS, kenapa tidak jadi PNS saja? Kan anggarannya sama?" ujarnya.
Pada intinya, ia tetap menuntut agar pemerintah tetap bisa mengangkat tenaga honorer sebagai pegawai negeri sipil (PNS), bukan PPPK.
"Pemerintah harusnya membuat regulasi yang bisa menyelesaikan honorer K2 menjadi PNS secara bertahap," tuturnya.
Titi mengaku pihaknya tengah mempertimbangkan untuk menggugat PP P3K ini lewat jalur hukum. Saat ini, ia masih menunggu salinan PP tersebut diunggah di situs resmi Sekretariat Negara.
PGRI Juga Protes
Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) mengkritik Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2018 tentang Manajemen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K).
Peraturan pemerintah sebagai solusi masalah tenaga honorer itu justru melukai para guru honorer, khususnya yang sudah mengabdi selama puluhan tahun.
Sebab, orang yang baru lulus kuliah dan belum menjadi guru honorer juga bisa ikut dalam rekrutmen P3K. Hal ini diatur dalam pasal 16 ayat a PP P3K.
Dalam pasal itu disebutkan, setiap warga negara Indonesia mempunyai kesempatan yang sama untuk melamar menjadi PPPK dengan memenuhi persyaratan usia paling rendah 20 tahun dan paling tinggi satu tahun sebelum masa pensiun.
"Artinya, semuanya mulai dari fresh graduate dari umur 20-59 tahun dijadikan sama-sama dalam satu plot. Itu tentunya melukai rasa keadilan para guru yang sudah mengabdi puluhan tahun di situ," kata Ketua Umum PGRI Unifah Rosyidi kepada wartawan, usai bertemu Presiden Joko Widodo di Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (5/12/2018).
"Karena kekurangan guru, kok seolah-olah mereka (guru honorer) tidak diperhitungkan," kata Unifah.
PGRI berharap ada Peraturan Menpan-RB yang bisa mengatur secara khusus rekrutmen untuk guru honorer dan tenaga pendidikan honorer yang selama ini sudah mengabdi.
Di aturan Permenpan-Rb itu, ia menyarankan dibuat aturan khusus yang bisa memudahkan guru dan tenaga pendidikan honorer berubah status menjadi P3K.
Menurutnya, tidak seharusnya guru honorer yang sudah mengabdi ikut rekrutmen bersama dengan yang baru lulus.
"Harusnya ditesnya sesama honorer itu, dan diberi penghargaan untuk yang lebih lama mengabdi, yang berdedikasi," jelas Unifah.
"Dan kita siap dilakukan sebagaimana Aparatur Sipil Negara (ASN) lain, dinilai kinerjanya, yang paling penting temen-teman honorer yang telah sertifikasi guru itu bisa diakui sertifikasinya," tambahnya.
Unifah juga mengatakan, kritik dan masukan PGRI ini sudah disampaikan langsung ke Presiden Jokowi dalam pertemuan siang ini. Jokowi berjanji akan menindaklanjutinya.
"Beliau mengatakan sangat fokus pada penanganan SDM, dan akan dibicarakan khusus soal tanggapan kami. PGRI juga akan dilibatakan. Dengan demikian, beliau akan meminta kementerian terkait untuk bersama-sama PGRI menindaklanjuti usulan ini," kata Unifah.
(sumber: jambi.tribunnews.com)
0 komentar:
Posting Komentar